Sistem Informasi Pesantren (SIP)

Institusi Pondok Pesantren merupakan tempat untuk membentuk serta mendidik generasi muda, tetapi kebanyakan permasalahan institusi Pondok Pesantren kesulitan dalam memberikan contoh penggunaan dari ilmu yang dipelajari khususnya bidang Teknologi Informasi. Melihat kondisi yang demikian, kami menawarkan suatu Sistem Informasi Pesantren (SIP) berbasis komputer yang menggunakan metode pemanfaatan barcode yang telah ada di sekolah sebagai salah satu sarana belajar santri.
Manfaat dan keuntungan yang akan diperoleh bagi pengelolah Pondok Pesantren(guru serta karyawan) :

  1. Dapat memberikan contoh langsung salah satu penerapan dan manfaat Teknologi Informasi di kehidupan sehari-hari.
  2. Menyederhanakan dan mempermudah administrasi Pondok Pesantren.
  3. Mempercepat pelayanan terhadap siswa maupun pihak – pihak yang terkait.
  4. Biaya sangat murah (software bisa gratis)


Manfaat bagi Santri :

  1. Pengenalan aplikasi sistem komputer lebih dini.
  2. Siswa mengerti manfaat dan pentingnya menguasai teknologi tinggi, sehingga membantu penalaran dan kreasi santri khususnya dibidang ilmu Teknologi Informasi (IT)

Sistem Informasi Pondok Pesantren yang kami tawarkan mencakup beberapa hal, antara lain :

  1. Database santri, Ustadz dan Karyawan Pesantren
  2. Administrasi Keuangan
  3. Pembukuan Keuangan Pondok Pesantren
  4. Administrasi perpustakaan
  5. Absensi santri, Ustadz dan Karyawan Pondok Pesantren
  6. Aplikasi Bimbingan Konseling

Lebih Lengkapnya....


lanjutkan......

Kedudukan Zakat Dalam Islam

Berdasarkan sejumlah hadits dan laporan para shahabat, diketahui bahwa urutan rukun Islam setelah shalat lima waktu (setelah Isra dan Mi'raj) adalah puasa (diwajibkan pada tahun 2 H) yang bersamaan dengan zakat fitrah. Baru kemudian perintah diwajibkannya zakat kekayaan. Namun demikian Yusuf Al-Qaradhawy menegaskan bahwa zakat adalah rukun Islam ketiga berdasarkan banyak hadits shahih, misalnya hadits peristiwa Jibril ketika mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah : "Apakah itu Islam ?" Nabi menjawab :"Islam adalah mengikrarkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah RasulNya, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan naik haji bagi yang mampu melaksanakannya" (Bukhari Muslim)


Lanjutkan...

lanjutkan......

NAWAITU

Seorang bapak berkata kepada anaknya yang masih kelas satu SD "hari ini bapak mau kepasar, apa kamu mau ikut?" spontan sang anak menjawab girang sambil berteriak "tentu yah…" buru-buru sang ayah menyusuli "eits.., kalau mau ikut ada syaratnya, kamu mau?bocah yang masih ingusan itu pun terdiam,"apa dong syaratnya?" sang ayah tersenyum dan berkata, "nah, Ade boleh ikut, tapi syaratnya tentukan dulu dong apa yang kamu inginkandan ingat pilihannya Cuma satu, kalau sudah milih ade nggak boleh minta yang lain.gimana?" sekali lagi anak itu garuk-garuk kepala, tapi kali ini wajahnya terlihat sumringa "ya, Ade minta mainan" teriaknya penuh kegirangan "Oya…?apaan dong mainannya, mainan kan banyak?""kalau gitu…"berpikir sebentar"mobil-mobilan, yang bisa jalan sendiri yah.."jawabnya mantap, kali ini ia tentukan sendiri jenisnya."janji, nggak lainnya?" "janji!!"

Anak kecil, dengan segala keluguannya, tentu memiliki keinginan yang bermacam-macam, bahkan terkadang nyaris tek terkandalikan. Cerita di atas barang kali merupakan sebuah bukti bahwa keinginan bocah terhadap sesuatu demikian besarnya yang akhirnya akan membuat sang ayah merasa perlu memprogamnya agar "keliaran" sang anak bisa dikendalikan. Apa yang ditangkap bocah tersebut dari pertanyaan ayahnya tentu sangat penting sebagai bentuk pembelajaran menentukan sikap dalam menghadapi sesuatu. Sang anak bisa tau bagaimana harus berbuat ketika suatu saat dihadapkan pada satu kenyataan dimana dia harus memutuskan pilihan terbaiknya. Hal ini akan sangat berbeda ketika sang ayah akan melepaskan sikap anak tersebut untuk menentukan sesuatu yang belum jelas, macam-macam bentuknya. Bisa jadi acara yang direncanakan menjadi batal atau kocar-kacir ditengah jalan.
Dalam kehidupan kita sering melalaikan satu hal penting yang sebenarnya adalh pokok dari apa yang kita kerjakan nantinya. Bahkan nilainya lebih berharga dari pada perkerjaan itu sendiri. Itulah NIAT, tak jarang sebuah perbuatan, perjalanan, proses, atau apa saja yang kita lakukan berjalan begitu saja tanpa nawaitu yang jelas. Mungkin karena kondisi lingkungan menuntu demikian ya kita ikut-ikut saja, atau mungkin saja karena tidak ada pilihan lain kemudian menjalankannya opo anane.
Jelas pekerjaan yang demikian tidak akan dapat sesuatu yang memuaskan apalagi maksimal. Karena dasarnya saja sudah keropos, hampa tujuan dan tentu dilakukan dengan tidak sepenuh hati. Pun pelakunya tentu tak akan bisa mengecap manisnya sebuah proses yang hakiki. Esensi pekerjaan seseorang tergantung nawaitunya begitulah kata orang bijak, seperti dalam hadist nabi yang berbunyi:

انما الاعمال بالنيات
Coba kita renungkan !!!! SO…..Apa NAWAITUMU????


(by.sakajati lamongan)

lanjutkan......

DARAH MENSTRUASI

Pada dasarnya darah menstruasi ada berbagai warna. Dalam kitab Hasyiah Asy-syaikh Ibrahim Al-Bajuri disebutkan tentang warna-warna darah menstruasi, kesimpulannya adalah ada lima (5) macam warna darah menstruasi yaitu sebagai berikut:
1. Hitam pekat
2. Merah
3. Blonde (merah kekunung-kuningan)
4. Kuning
5. Keruh


Dan dalam segi kuatnya darah tersebut dikatakan darah menstruasi adalah darah yang berwarna Hitam pekat, kemudian warna Merah, warna Blonde,warna Kuning kemudian yang terakhir warna Keruh, akan tetapi ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa warna Keruh ini menempati urutan yang ke empat yaitu setelah warna Blonde.



(by.sakajati lamongan)


lanjutkan......

HAL-HAL YANG DILARANG KETIKA MENSTRUASI

Dalam Islam, ada beberapa perkara yang tidak boleh (haram) untuk dilakukan ketika seorang perempuan Haid atau Menstruasi karena dalam Islam kita mengetahui istilah-istilah :
1. Suci (Thohir).
2. Hadast Kecil (Hadast Ashghor).
3. Hadast Besar (Hadast Akbar).
Dan Haid ini termasuk Hadast Besar (Hadast Akbar), adapun perkara-perkara yang di haramkan untuk dilakukan ketika sedang menstruasi/haid diantaranya adalah sebagai berikut;
1. Sholat
2. Thowaf.
3. Memegang/ menyentuh Mushhaf (Al-Qur'an).
Untuk keharaman nomor 1, 2, 3 (Sholat, Thowaf, memegang Mushhaf) ini juga berlaku bagi orang yang belum/ tidak punya Wudluh.
4. I'tikaf (berdiam diri di Masjid).
5. Membaca Al-Qur'an, ini haram dilakukan apabila si pembaca berniat hanya Membacanya saja. Jika pembaca berniat Dzikir, Wiridan, dan Doa maka hukum membacanya adalah Makruh



Dan untuk keharaman 1 sampai 5 (sholat, thowaf, menyentuh Al-Qur'an, I'tikaf dan membaca Al-Qur'an) ini juga haram dilakukan bagi orang yang Jinabat (keluar air Mani atau bersetubuh)
6. Puasa (baik puasa sunah ataupun wajib).
7. Lewat didalam Masjid, ini haram dilakukan apabila seseorang tersebut takut mengotori atau membuat masjid tersebut menjadi najis, seperti takut darah haidnya menetes dalam masjid.
8. Jima' (bersetubuh / berhubungan badan).
Semuanya, dari perkara-perkara mulai dari nomor 1 sampai 8 haram dilakukan bagi perempuan yang sedang menstruasi / haid juga bagi orang yang Nifas. Akan tetapi, apabila sudah selesai dari menstruasi atau haid maka PUASA (keharaman nomer 6) harus di QODLO (diganti) jika puasa tersebut adalah puasa wajib


(BY.SAKAJATI LAMONGAN)

lanjutkan......

BATASAN MENSTRUASI

Selain harus memenui kreteria umur, waktu atau lamanya darah tersebut keluar juga harus diperhatikan karena meskipun umur sudah memenuhi syarat akan tetapi tidak memenuhi batasan-batasan haid maka perempuan tersebut masih belum bisa dikatakan Menstruasi. Batasan-batasan yang harus diperhatikan adalah :
1. Darah yang keluar tersebut tidak kurang dari Aqolul Haid (sedikit-sedikitnya masa haid) yaitu sehari semalam, ini terjadi jika darah tersebut keluarnya secara terus menerus.

Apabilah keluarnya darah tersebut secara putus-putus (1 jam keluar, 1 jam berikutnya tidak, kemudian keluar lagi dan seterusnya) maka langkah yang harus di ambil adalah menghitung jam-jam dimana darah tersebut keluar. Jika kumpulan darah-darah yang keluar mencapai 24 jam, maka darah tersebut adalah darah haid, jika tidak sampai maka tidak dikatakan darah haid.
2. darah yang keluar tidak lebih dari Aktsarul Haid (banyak-banyaknya masa haid) yaitu lima belas (15) hari, apabila darah yang keluar melebihi 15 hari maka, darah yang keluar 1-15 hari adalah darah Haid. Adapun selebihnya (darah yang keluar dihari yang ke 16, 17 dan seterusnya) adalah darah Istihadlo, selama tidak mencapai Aqolul Thuhri (sedikit-sedikitnya masa suci) yaitu 15 (lima belas) hari.



(by.sakajati lamongan)

lanjutkan......

UMUR MENSTRUASI

Ketika seorang perempuan untuk pertama kali melihat darah yang keluar dari (maaf), kemaluannya maka yang harus diperhatikan adalah UMUR perempuan tersebut, karena bisa jadi darah tersebut bukan darah haid.Seorang perempuan bisa dikatakan mestruasi untuk pertama kalinya apabila dia berumur tidak kurang dari 9 tahun (dihitung dengan kalender Hijriah).


Apabila kurang dari umur 9 tahun maka harus dilihat kekurangan tersebut:
1. Apabila kurang dari 15 hari, artinya perempuan itu akan berumur 9 tahun kurang 16 hari, 17 hari dan seterusnya maka bisa dipastikan perempuan tersebut tidak mengalami Haid atau Menstruasi.
2. Apabila tidak kurang dari 15 hari, artinya perempuan itu akan berumur 9 tahun kurang 15 hari, 14 hari dan seterusnya maka pada hari itu juga dia dikatan BALIGH, artinya darah yang dikeluarkan adalah darah Haid atau Menstruasi.
Akan tetapi, untuk bisa dikatakan darah tersebut adalah darah haid atau Menstruasi kita juga harus melihat lamanya darah tersebut keluar.


(by.sakajati lamongan)

lanjutkan......

MENSTRUASI

Secara garis besar darah yang keluar dari (maaf) kemaluan seorang perempuan ada tiga darah, pertama adalah darah haid, kedua darah nifas, dan yang terakhir darah istihadloh
Haid, atau lebih dikenal dengan sebutan MENSTRUASI ditinjau dari segi definisi adalah:
1. Secara bahasa:haid adalah dari kata bahasa arab yang berarti mengalir.
2. Secara syara', haid adalah darah yang keluar dari rahim seorang perempuan, tepatnya dari pangkal rahim dan keluarnya darah tersebut dalam waktu-waktu tertentu dan dalam keadaan sehat.


Nifas, menurut bahasa adalah Melahirkan. Menurut isthilah adalah darah yang keluar setelah kosongnya rahim dari janin, ini juga bisa diartikan setelah melahirkan, dan darah tersebut keluarnya tidak melewati lima belas (15) hari dari keluarnya janin. Sedangkan darah Istihadloh adalah darah yang keluar diluar masa-masa haid dan nifas.


(by.sakajati lamongan)

lanjutkan......

BID'AH (Etimologis dan Terminologis)

Salah satu isu besar yang mengancam persatuan umat Islam adalah isu bid'ah. Akhir-akhir ini, kata itu makin sering kita dengar, makin sering kita ucapkan dan makin sering pula kita gunakan untuk memberi label kepada saudara-saudara kita seiman. Bukan labelnya yang dimasalahkan, tapi implikasi dari label tersebut yang patut kita cermati, yaitu anggapan sebagian kita bahwa mereka yang melakukan bid'ah adalah aliran sesat. Karena itu aliran sesat, maka harus dicari jalan untuk memberantasnya atau bahkan menyingkirkannya. Kita merasa sedih sekarang ini, makin banyak umat Islam yang menganggap saudaranya sesat karena isu bid'ah dan sebaliknya kita makin prihatin sering mendengar umat Islam yang mengeluh atau menyatakan sakit hati dan bahkan marah-marah karena dirinya dianggap sesat oleh saudaranya seiman.

Yang paling mudah kita baca dari kasus tersebut adalah adanya trend makin maraknya umat Islam saling bermusuhan dan saling mencurigai sesama mereka dengan menggunakan isu bid'ah. Mari kita renungkan, apakah kondisi seperti itu harus terjadi terus menerus di kalangan umat Islam? Di beberapa negara Muslim, seperti di Pakistan, isu itu telah menyulut perang saudara berdarah antar umat Islam hingga saat ini. Sudah tak terhitung nyawa yang melayang karena pertikian seperti itu.

Mari kita simak sejenak fatwa Syeh Azhar Atiyah Muhammad Saqr yang dikeluarkan pada tahun 1997.

Bahwa sebenarnya isu bid'ah yang berkembang di masyarakat Muslim saat ini disebabkan oleh perbedaan memaknai bi'dah apakah secara etimologis (bahasa) atau terminologis (istilah). Syeh Atiyah menjelaskan lebih jauh:

Dalam kitab "Al-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Athar" karangan Ibnu Atsir dalam pembahasan "ba da 'a" (asal derivatif kata bid'ah) dan dalam pembahasan hadist Umar r.a. masalah menghidupkan malam Ramadhan ": نعمت البدعة هذه" Inilah sebaik-baik bid'ah", dikatakan bahwa bid'ah terbagi menjadi dua, ada 1) bid'ah huda (bid'ah benar sesuai petunjuk) dan ada 2) bid'ah sesat. Bid'ah yang betentangan dengan perintah Allah dan Rasulnya s.a.w. maka itulah bid'ah yang dilarang dan sesat. Dan bid'ah yang masuk dalam generalitas perintah Allah dan Rasulnya s.a.w. maka itu termasuk bid'ah yang terpuji dan sesuai petunjuk agama. Apa yang tidak pernah dilakukan Rasulullah s.a.w. tapi sesuai dengan perintah agama, termasuk pekerjaan yang terpuji secara agama seperti bentuk-bentuk santunan sosial yang baru. Ini juga bid'ah namun masuk dalam ketentuan hadist Nabi s.a.w. diriwayatkan dari Jarir bin Abdullah oleh Imam Muslim:

‏من سن في الإسلام سنة حسنة فعمل بها بعده كتب له مثل أجر من عمل بها ولا ينقص من أجورهم شيء ومن سن في الإسلام سنة سيئة فعمل بها بعده كتب عليه مثل وزر من عمل بها ولا ينقص من أوزارهم شيء

"Barang siapa merintis dalam Islam pekerjaaan yang baik kemudian dilakukan oleh generasi setelahnya, maka ia mendapatkan sama dengan orang melakukannya tanpa dikurangi sedikitpun. Dan barangsiapa merintis dalam Islam pekerjaan yang tercela, kemudian dilakukan oleh generasi setelahnya, maka ia mendapatkan dosa orang yang melakukannya dengan tanpa dikurangi sedikitpun" (H.R. Muslim).



Stateman Umar bin Khattab r.a. "Inilah bid'ah terbaik" masuk kategori bid'ah yang terpuji. Umar melihat bahwa sholat tarawih di masjid merupakan bid'ah yang baik, karena Rasulullah s.a.w. tidak pernah melakukannya, tapi Rasulullah s.a.w. melakukan sholat berjamaah di malam hari Ramadhan beberapa hari lalu meninggalkannya dan tidak melakukannya secara kontinyu, apalagi memerintahkan umat islam untuk berjamaah di masjid seperti sekarang ini. Demikian juga pada zaman Abu Bakar r.a. sholat Tarawih belum dilaksanakan secara berjamaah. Umar r.a. lah yang memulai menganjurkan umat Islam sholat tarawih berjamaah di masjid.

Para ulama melihat bahwa melestarikan tindakan Umar tesebut, termasuk sunnah karena Rasulullah s.a.w. pernah bersabda "Hendaknya kalian mengikuti sunnahku dan sunnah Khulafaurrashiidn setelahku" (H.R. Ibnu Majah dll.) Rasulullah s.a.w. juga pernah bersabda: "Ikutilah dua orang setelahku, yaitu ABu Bakar dan Umar". (H.R. Tirmidzi dll).

Dengan pengertian seperti itu, maka menafsirkan hadist Rasulullah s.a.w. "كل محدثة بدعة" yang artinya "setiap baru diciptakan dalam agama adalah bid'ah" harus dengan ketentuan bahwa hal baru tersebut memang bertentangan dengan aturan dasar syariat dan tidak sesuai dengan ajaran hadist.

Mengkaji masalah bid'ah memerlukan pendefinisian yang berkembang dan muncul di seputar penggunaan kata bid'ah tersebut. Perbedaan definisi bisa berpengaruh pada perbedaan hukum yang diterapkan. Tanpa mendefinisikan bid'ah secara benar maka kita hanya akan terjerumus pada perbedaan hukum, perbedaan pendapat dan bahkan pertikaian. Demikian juga mendefinisikan bid'ah yang sesat dan masuk neraka, tidaklah mudah.

Dari beberapa literatur Islam yang ada, dapat disimpulkan sebagai berikut:

Para ulama dalam mendefinisikan bid'ah, terdapat dua pendekatan yaitu kelompok pertama menggunakan pendekatan etimologis (bahasa) dan kelompok kedua menggunakan pendekatan terminologis (istilah).

Golongan pertama mencoba mendefinisikan bid'ah dengan mengambil akar derivatif kata bid'ah yang artinya penciptaan atau inovasi yang sebelumnya belum pernah ada. Maka semua penciptaan dan inovasi dalam agama yang tidak pernah ada pada zaman Rasulullah s.a.w. disebut bid'ah, tanpa membedakan antara yang baik dan buruk dan tanpa membedakan antara ibadah dan lainnya. Argumentasi untuk mengatakan demikian karena banyak sekali ditemukan penggunakan kata bid'ah untuk baik dan kadang kala juga digunakan untuk hal tercela.

Imam Syafi'i r.a. berkata: "Inovasi dalam agama ada dua. Pertama yang bertentangan dengan kitab, hadist dan ijma', inilah yang sesat. Kedua inovasi dalam agama yang baik, inilah yang tidak tercela."

Ulama yang menganut metode pendefinisan bid'ah dengan pendekatan etimologis antara lain Izzuddin bin Abdussalam, beliau membuat kategori bid'ah ada yang wajib seperti melakukan inovasi pada ilmu-ilmu bahasa Arab dan metode pengajarannya, kemudian ada yang sunnah seperti mendirikan madrasah-madrasah Islam, ada yang diharamkan seperti merubah lafadz al-Quran sehingga keluar dari bahasa Arab, ada yang makruh seperti mewarna-warni masjid dan ada yang halal seperti merekayasa makanan.

Golongan kedua mendefinisikan bid'ah adalah semua kegiatan baru di dalam agama, yang diyakini itu bagian dari agama padahal sama sekali bukan dari agama. Atau semua kegiatan agama yang diciptakan berdampingan dengan ajaran agama, dan disertai keyakinan bahwa melaksakan kegiatan tersebut merupakan bagian dari agama. Kegiatan tersebut emncakup bidang agama dan lainnya. Sebagian ulama dari golongan ini mengatakan bahwa bid'ah hanya berlaku di bidang ibadah. Dengan definisi seperti ini, semua bid'ah dalam agama dianggap sesat dan tidak perlu lagi dikategorikan dengan wajib, sunnah, makruh dan mubah. Golongan ini mengimplementasikan hadist "كل بدعة ضلالة" yang artinya "setiap bid'ah adalah sesat", terhadap semua bid'ah yang ada sesuai defisi tersebut. Demikian juga statemen imam Malik: "Barang siapa melakukan inovasi dalam agama Islam dengan sebuah amalan baru dan menganggapnya itu baik, maka sesungguhnya ia telah menuduh Muhammad s.a.w. menyembunyikan risalah, karena Allah s.w.t. telah menegaskan dalam surah al-Maidah:3 yang artinya " Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu", adalah dalam konteks definisi bid'ah di atas. Adapun pernyataan Umar r.a. dalam masalah sholat Tarawih bahwa "itu sebaik-baik bid'ah" adalah bid'ah dalam arti bahasa (etimologis).

Lepas dari kajian bid'ah di atas, sesungguhnya tema bid'ah merupakan tema yang cukup rumit dan panjang dalam sejarah pemikiran Islam. Pelabelan ahli bid'ah terhadap kelompok Islam tertentu mulai marak dan muncul, pada saat munculnya polemik dan konflik pemikiran dalam dunia Islam. Merespon polemik pemikiran Islam tersebut, Abu Hasan Al-Asy'ari (meninggal tahun 304 H) menulis buku "Alluma' fi al-radd 'ala Ahlil Zaighi wal Bida'" (Catatan Singkat untuk menentang para pengikut aliran sesat dan bid'ah). Setelah itu muncullah kajian-kajian yang makin marak dan gencar dalam mengulas masalah bid'ah.

Imam Ghozali dalam Ihya' Ulumuddin (1/248) menegaskan:"Betapa banyak inovasi dalam agama yang baik, sebagaimana dikatakan oleh banyak orang, seperti sholat Tarawih berjamaah, itu termasuk inovasi agama yang dilakukan oleh Umar r.a.. Adapun bid'ah yang sesat adalah bid'ah yang bertentangan dengan sunnah atau yang mengantarkan kepada merubah ajaran agama. Bid'ah yang tercela adalah yang terjadi pada ajaran agama, adapun urusan dunia dan kehidupan maka manusia lebih tahu urusannya, meskipun diakui betapa sulitnya membedakan antara urusan agama dan urusan dunia, karena Islam adalah sistem yang komprehensif dan menyeluruh. Ini yang menyebabkan sebagian ulama mengatakan bahwa bid'ah itu hanya terjadi dalam masalah ibadah, dan sebagian ulama yang lain mengatakan bid'ah terjadi di semua sendi kehidupan.

Akhirnya juga bisa disimpulkan bahwa bid'ah terjad dalam masalah aqidah, ibadah, mu'amalah (perniagaan) dan bahkan akhlaq. Yang perlu digaris bawahi adalah bahwa semua tingkah laku dan pekerjaan Rasulullah s.a.w. adalah suri tauladan bagi umatnya. Apakah semua pekerjaan Rasulullah s.a.w. dan tingkah lakunya wajib diikuti 100 persen, ataukah sebagian itu sunnah untuk diikuti dan sebagian bolah tidak diikuti? Apakah meninggalkan sebagian pekerjaan yang pernah dilakukan Rasulullah s.a.w. (yang bukan termasuk ibadah) dosa atau tidak? Contohnya seperti adzan dua kali waktu sholat Jum'at, menambah tangga mimbar sebanyak tiga tingkat, melakukan sholat dua rakaat sebelum Jum'at, membaca al-Quran dengan suara keras atau memutas kaset Qur'an sebelum sholat Jum'at, muadzin membaca sholawat dengan suara keras setelah adzan, bersalaman setelah sholat, membaca "sayyidina" pada saat tahiyat, mencukur jenggot. Sebagian ulama menganggap itu semua bid'ah karena tidak pernah dilakukan pada zaman Rasulullah dan sebagian lain menganggap itu merupakan inovasi beragama yang diperbolehkan dan baik, dan tidak betentangan dengan ketentuan umum agama Islam. Demikian juga masalah peringatan maulid nabi dan peringatan Islam lainnya, seperti Nuzulul Qur'an, Isra' Mi'raj, Tahun Baru Hijriyah, sebagian ulama melihat itu bid'ah dan sebagian lainnya menganggap itu bukan bid'ah sejauh diisi dengan kegiatan-kegiatan agama yang baik. Perbedaan para ulama di seputar masalah tersebut terkembali pada perbedaan mereka dalam mengartikan bid'ah itu sendiri, seperti dijelaskan di atas.

Yang perlu kita garis bawahi lagi, bahwa ajaran agama kita dalam merubah kemungkaran yang disepakati bahwa itu kemungkaran adalah dengan cara yang ramah dan nasehat yang baik. Tentu merubah kemungkaran yang masih dipertentangkan kemungkarannya juga harus lebih hati-hati dan bijaksana. Permasalahan yang masih menjadi khilafiyah (terjadi perbedaan pendapat) di antara para ulama, tidak seharusnya disikapi dengan bermusuhan dan percekcokan, apalagi saling menyalahkan dan menganggap sesat. Mereka yang menganggap dirinya paling benar dan menganggap akidahnya yang paling selamat, dan lainnya adalah sesat dan rusak, hendaklah ia berhati-hati karena jangan-jangan dirinya telah terancam kerusakan dan telah dihinggapi oleh teologi permusuhan.

Wallahu a'lam bissowab

lanjutkan......

SHOLAWAT, HEBAT!!!!!!!

Shalawat dan salam marilah kita sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw dan keluarga, sahabat-sahabat serta para pengikutnya.
Ada empat perbuatan ringan yang apabila kita lakukan, maka kita termasuk golongan orang yang tidak terpuji.
1. Seseorang yang membuang air kecil sambil berdiri, 2. Seseorang yang mengusap dahinya sebelum selesai dari shalat, 3. Seseorang yang mendengar adzan tetapi ia tidak menirukan seperti apa yang diucapkan muadzin, 4. seseorang yang apabila mendengar nama Nabi Muhammad Saw disebut, tetapi tidak membacakan shalawat atasnya.
Sabda Nabi Muhammad Saw:

أربع من الجَفَاءِ أن يبول الرجل وهو قائم، وأن يمسح جبهته قبل أن يفرغ من الصلاة، وأن يسمع النداء فلا يشهد مثل ما يشهد المؤذّن، وأن أذكر عنده فلا يصلي عليّ. (رواه البزار والطبراني)
Artinya:
“Empat perbuatan termasuk perbuatan yang tidak terpuji, yaitu (1) bila seseorang buang air kecil sambil berdiri, (2) seseorang yang mengusap dahinya sebelum selesai dari shalat, (3). Seseorang yang mendengar adzan tetapi ia tidak menirukan seperti yang diucapkan muadzin, (4) seseorang yang apabila mendengar namaku disebut, tetapi ia tidak membacakan shalawat atasku. (HR. Bazzar dan Tabhrani)

Dalam ibadah sehari-hari, sebenarnya ada sebuah perbuatan ringan yang apabila kita lakukan mendatangkan akibat yang maha dahsyat, dan apabila kita tinggalkan maka kita termasuk golongan orang yang tidak berbalas budi.
Pada saat kita telah diberi bantuan oleh orang lain, sudahlah pasti akan mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, atau mungkin mengucapkan doa untuk kebaikannya. Begitu pula dengan Rasulullah Saw yang telah mengeluarkan kita dari lembah kegelapan menuju alam terang benderang, maka sudahlah pantas bagi kita untuk selalu mengucapkan sholawat dan salam atas beliau, sebagai ungkapan rasa terima kasih dan kecintaan kita atas segala jasa dan perjuangan yang tak tertandingi di alam jagad ini.
Dalam ibadah-ibadah lain, Allah Swt memerintahkan kepada hamba-hambaNya untuk mengerjakannya, namun khusus dalam perintah membaca shalawat, Allah Swt menyebutkan bahwa Allah sendiri bershalawat atasnya, kemudian memerintahkan kepada malaikatNya, baru kemudian pada orang-orang yang beriman untuk bershalawat atasnya. Dengan hal ini semakin menunjukkan bahwasanya melakukan shalawat atas Nabi muhammad saw, tidak cuma sekedar ungkapan terima kasih, tetapi ia juga menjadi ibadah yang utama.
Bila kita ingin mengetahui bahwa shalawat termasuk ibadah yang utama, maka perhatikan dan renungkan firman Allah Swt dalam al-Quran:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya, bershalawat atas Nabi, wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkan salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al-Ahzab 56).

Dari ayat tersebut kita mengetahui, Allah Swt saja sang Pencipta jagad raya dan mahkluk seluruh dunia termasuk diri kita yang kecil ini, mau bershalawat terhadap Nabi Muhammad Saw, dan juga para malaikat yang telah dijamin tak akan berbuat kesalahan turut bershalawat terhadap nabi, mengapa diri kita yang telah diselamatkan beliau masih melupakan ibadah yang teramat mulia ini. Sesungguhnya perbuatan seseorang menunjukkan pada perangai dirinya.
سيرة المرء تنبأ عن سريرته

Shalawat adalah sebuah ibadah yang tidak berbatas alam, jarak ataupun waktu. Artinya bila diucapkan maka akan menembus alam langit yang sangat jauh, didengar para malaikat, lalu turut menyampaikan doa bagi manusia yang mengucapkannya, dan menembus Alam kubur menyampaikan salam yang diucapkan manusia kepada Nabi Muhammad Saw.
Nabi Saw bersabda:
ما منكم من أحدٍ سلّم علي إذا متُّ إلا جاءني جبريل فقال جبريل يا محمد هذا فلان ابن فلان يُقرئك السلام، فأقول وعليه السلام ورحمة الله وبركاته. (رواه أبو داود).
Artinya:
“Tidak ada salah seorang di antara kamu yang mengucapkan salam kepadaku sesudah aku mati melainkan malaikat jibril datang kepadaku seraya mengucapkan: ‘wahai Muhammad, ini Fulan bin Fulan mengucapkan salam untukmu, maka aku menjawab: “dan atasnya salam dan rahmat serta berkah dari Allah”. (HR. Abu Daud)
Lalu apa fadhilah mengucapkan shalawat dan salam atas junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw?
Ada beberapa riwayat dari hadist Rasulullah Saw, Atsar sahabat Radiallahu anhum dan pengalaman beberapa ulama yang mengisyaratkan imbalan bagi mereka yang mau bershalawat.

1). Shalawat membersihkan dosa
Sabda Nabi Saw:
صلّو عليّ فإن الصلاة علي زكاةٌ لكم واسألوا الله لي الوسيلة، قالوا وما الوسيلة يا رسول الله؟ قال: أعلى درجةٍ في الجنة لا ينالها إلا رجلٌ واحدٌ وأنا ارجو أن يكون أنا هو. (رواه أحمد في مسنده)
“bacalah shalawat atasku karena sesungguhnya shalawat atasku membersihkan dosa-dosamu, dan mintalah kepada Allah untukku wasilah”. Para sahabat bertanya: “apakah wasilah itu?” beliau menjawab: “derajat yang paling tinggi di sorga yang hanya seorang saja yang akan memperolehnya dan aku berharap semoga akulah orang yang memperolehnya”.

2). Shalawat berpahala sepuluh rahmat Allah dan menghapus sepuluh kesalahan
Sabda Nabi Saw:
من صلّى علي صلاةً واحدة صلى الله عليه عشر صلوات وحطّ عنه عشر خطيآت رواه النسائي)
“barangsiapa yang membaca shalawat atasku satu shalawat maka Allah akan menurunkan sepuluh rahmat kepadanya dan menghapus sepuluh kesalahannya” (HR. Nasai)

3). Dikabulkan hajat di dunia dan akhirat
Sabda beliau Saw:
من صلى علي في اليوم مائةَ مرّةٍ قضى الله له مائةَ حاجةٍ، سبعين منها في الآخرة وثلاثين في الدنيا
“barangsiapa yang membacakan shalawat untukku pada suatu hari seratus kali, maka Allah akan memenuhi seratus hajatnya, 70 di antaranya nanti di akhirat dan 30 di dunia. (Kitab Jam’ul Jawami’, Hal: 796)

4). Terangkatnya derajat manusia
Sabda beliau Saw:
من صلى عليّ من أمتي مخلصاًَ من قَلبِه صلاةً واحدةً صلّى اللهُ عليه عشر صلواتٍ ورفع عشر درجاتٍ ومحا عنه عشر سيئاتٍ. (رواه النسائ)
“barangsiapa di antara umatku yang membacakan shalawat atasku satu kali dengan ikhlas dari lubuk hatinya, maka Allah menurunkan sepuluh rahmat kepadanya, mengangkat sepuluh derajat kepadanya, dan menghapus sepuluh kesalahan”. (HR. Nasai)

5). Menjadikan doa cepat terkabul
Bahwasanya Umar bin Khattab Ra berkata: “Saya mendengar bahwa doa itu ditahan diantara langit dan bumi, tidak akan dapat naik, sehingga dibacakan shalawat atas nabi Muhammad Saw”. (Atsar Hasan, Riwayat Tirmidzi)

Saudara-saudara kaum muslimin sidang jum’ah yang berbahagia.
Ada sebuah cerita, bahwasanya ulama besar Sufyan ats Tsauri sedang thawaf mengelilingi ka’bah dan melihat seseorang yang setiap kali mengangkat kaki dan menurunkannya senantiasa membaca shalawat atas nabi. Sufyan bertanya: “Sesungguhnya engkau telah telah tinggalkan tasbih dan tahlil, sedang engkau hanya melakukan shalawat atas Nabi. Apakah ada bagimu landasan yang khusus? Orang itu menjawab: “Siapakah engkau? Semoga Allah mengampunimu. Sufyan menjawab: “Saya adalah sufyan ats tsauri”. Orang itu berkata: “seandainya kamu bukanlah orang yang istimewa di masamu ini niscaya saya tidak akan memberitahukan masalah ini dan menunjukkan rahasiaku ini”.
Kemudian orang itu berkata kepada sufyan: “sewaktu saya mengerjakan haji bersama ayahku, dan ketika berada di dekat kepalanya ayahku meninggal dan mukanya tampak hitam, lalu saya mengucapkan “innalillah wa inna ilahi rajiun” dan saya menutup mukanya dengan kain. Kemudian saya tertidur dan bermimpi, dimana saya melihat ada orang yang sangat tampan, sangat bersih dan mengusap muka ayahku, lalu muka ayahku itu langsung berubah menjadi putih. Saat orang yang tampan itu akan pergi, lantas saya pegang pakaiannya sambil bertanya: “wahai hamba Allah siapakah engkau? Bagaimana lantaran kamu Allah menjadikan muka ayahku itu langsung berubah menjadi putih di tempat yang istimewa ini?. Orang itu menjawab: “apakah kamu tidak mengenal aku? Aku adalah Muhammad bin Abdullah yang membawa al-Quran. Sesungguhnya ayahmu itu termasuk orang yang melampaui batas (banyak dosanya) akan tetapi ia banyak membaca shalawat atasku. Ketika ia berada dalam suasana yang demikian, ia meminta pertolongan kepadaku, maka akupun memberi pertolongan kepadanya, karena aku suka memberi pertolongan kepada orang yang banyak memperbanyak shalawat atasku”. Setelah itu saya terbangun dari tidur, dan saya lihat muka ayahku berubah menjadi putih. (Dari Kitab: Tanbihun Ghofilin, as-Samarqhondi, hal: 261)
Begitu dahsyatnya balasan shawalat terhadap Nabi Saw. sehingga bagi siapapun yang mengucapkannya akan melibatkan Allah, para malaikat dan Nabi Muhammad Saw langsung membalasnya, tidak cuma balasan pahala, imbalan atau keselamatan di akhirat, tetapi juga mendapat syafaat dari Nabi Muhammad Saw.
Orang yang mendengar shalawat atas nabi, tetapi tidak menjawabnya lalu ia meninggal dan masuk neraka, maka Allah menjauhkan dari RahmatNya.
Sabda Nabi:
“Jibril datang kepadaku dan berkata: “wahai Muhammad, barangsiapa yang mendapatkan bulan ramadhan namun ia tidak diampuni dosanya, lalu ia mati dan masuk neraka, maka Allah akan menjauhkan dari RahmatNya. Aku menjawab: “amin”. Jibril berkata lagi: “barangsiapa yang masih bertemu dengan kedua orangtuanya atau salah satu diantaranya kemudian tidak berbuat baik pada orang tuanya, lalu mati dan masuk neraka, maka Allah menjauhkan dari rahmatNya. Aku menjawab: “Amin”. Jibril berkata lagi: “barangsiapa yang disebutkan namamu (muhammad) namun ia tidak membacakan shalawat lalu ia mati dan masuk neraka, maka Allah menjauhkan dari rahmatNya. Aku mengucapkan “Amin”. (HR. Ibnu Hibban).
Ucapkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad Saw, disaat kita senggang, disaat akan menggubah posisi kegiatan kita, disaat kapanpun, dimanapun selagi kita mampu. Dan bila ada yang mengucapkan shalawat:
اللهم صلى على محمد وعلى آل محمد
Maka kita menjawab:
اللهم صلى وسلم وبارك على محمد

Jangan lupakan shalawat, karena bila kita lupa berarti kita telah melupakan seseorang yang telah menunjukkan kita kejalan yang lurus yaitu Nabi Muhammad Saw. bila kita telah melupakan shalawat berarti kita telah melupakan dan keliru dari jalan yang seharusnya kita tempuh menuju sorga.
“barangsiapa yang lupa membaca shawalat atasku, berarti ia telah keliru dari jalan ke sorga” (HR. Ibnu majah).

lanjutkan......

Bukti Dan Tanda Cinta Rosulullah sholallahu'alahi wassalam

Mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan semuanya mengaku ingin mencintainya, namun tidak semua pengakuan cinta dianggap benar dan tidak semua keinginan baik itu baik. Oleh karena itu diperlukan bukti dan tanda yang dapat dijadikan standar kebenaran pengakuan cinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , sebab bila pengakuan tidak dibuktikan dengan bukti, maka tentulah banyak orang membuat kerusakan dan keonaran dengan pengakuan-pengakuan dusta, sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ لَادَّعَى نَاسٌ دِمَاءَ رِجَالٍ وَأَمْوَالَهُمْ رواه البخاري و مسلم

Seandainya manusia diberikan semua pengakuannya tentulah banyak orang yang menuntut darah dan harta orang lain. HR Al Bukhari, kitab Tafsier Al Qur’an no. 1487 dan Muslim kitab Al Aqdhiyah, Bab Al Yamien ‘Ala Al Muda’I no. 3228

Karena itu, wajib atas setiap muslim mengetahu bukti dan tanda kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengamalkan serta merealisasikannya dalam kehidupan sehari-harinya. Sebab bukti dan tanda-tanda tersebut menunjukkan kecintaannya yang hakiki sehingga semakin banyak memiliki bukti dan tanda tersebut maka semakin tinggi dan sempurna kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Diantara bukti dan tanda-tanda tersebut adalah:

1. Mencontoh dan menjalankan sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam .
Mencontoh, mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berjalan diatas manhaj beliau serta berpegang teguh dan mengikuti seluruh pernyataan dan perbuatan beliau adalah awal tanda cinta Rasul sehingga orang yang benar mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam secara lahiriyah dan batiniyah serta selalu menyesuaikan perkataan dan perbuatannya dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits Anas bin Malik, beliau radhiyallahu ‘anhu berkata:

قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا بُنَيَّ إِنْ قَدَرْتَ أَنْ تُصْبِحَ وَتُمْسِيَ لَيْسَ فِي قَلْبِكَ غِشٌّ لِأَحَدٍ فَافْعَلْ ثُمَّ قَالَ لِي يَا بُنَيَّ وَذَلِكَ مِنْ سُنَّتِي وَمَنْ أَحْيَا سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku: Wahai anakkku, jika kamu mampu pada pagi sampai sore hari tida ada dihatimu sifat berkhiyanat pada seorangpun maka perbuatlah. Kemudian beliau n berkata kepadaku lagi: Wahai anakku! Itu termasuk sunnahku dan siapa yang menghidupkan sunnahku maka ia telah mencintaiku dan siapa yang telah mencintaiku maka aku bersamanya disyurga. HR Al Tirmidzi, kitab Al Ilmu, Bab Ma jaa Fil Akhdzi bissunnah Wajtinaab Al Bida’ no. 2678

Orang yang mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang semangat berpegang teguh dan menghidupkan sunnah dan itu diwujudkan dengan mengamalkan sunnahnya, melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya dalam pernyataan dan perbuatan serta mendahulukan itu semua dari hawa nafsu dan kelezatannya sebagaimana firman Allah :



قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Katakanlah:”Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. At-Taubah:24)

Menghidupkan sunnah dan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam setiap langkah kehidupannya adalah bukti kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana juga menjadi bukti kecintaan kepada Allah. Allah berfirman:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Katakanlah:”Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran: 31)

Berdasarkan hal ini, kecintaan kepada Allah dan RasulNya menuntut konsekwensi mengamalkan hal-hal yang dicintai dan menjauhi yang dilarang dan dibenci dan tidak mungkin ada orang yang mencintai Rasulnya adalah orang yang tidak mau mengikuti sunnahnya atau bahkan melakukan kebid’ahan dengan sengaja.

2. Banyak ingat dan menyebutnya, karena orang yang mencintai sesuatu tentu akan memperbanyak ingat dan menyebutnya dan senantiasa ingat kepadanya merupakan sebab sinambungnya kecintaan dan pertumbuhannya.

3. Menyampaikan sholawat dan salam kepada beliau untuk mengamalkan firman Allah:

إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QSAl-Ahzaab:56)

Dan hadits Nabi yang berbunyi :
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ذَهَبَ ثُلُثَا اللَّيْلِ قَامَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا اللهَ اذْكُرُوا اللهَ جَاءَتْ الرَّاجِفَةُ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ قَالَ أُبَيٌّ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُكْثِرُ الصَّلَاةَ عَلَيْكَ فَكَمْ أَجْعَلُ لَكَ مِنْ صَلَاتِي فَقَالَ مَا شِئْتَ قَالَ قُلْتُ الرُّبُعَ قَالَ مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ قُلْتُ النِّصْفَ قَالَ مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ قَالَ قُلْتُ فَالثُّلُثَيْنِ قَالَ مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ قُلْتُ أَجْعَلُ لَكَ صَلَاتِي كُلَّهَا قَالَ إِذًا تُكْفَى هَمَّكَ وَيُغْفَرُ لَكَ ذَنْبُكَ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dulu bila berlalu dua pertiga malam, beliau bangun dan berkata: Wahai sekalian manusia berdzikirlah kepada Allah, berdzikirlah kepada Allah. Pasti datang tiupan sangkakala pertama yang diikuti dengan yang kedua, datang kematian dengan kengeriannya, datang kematian dengan kengeriannya. Ubai berkata: Aku berkata: Wahai Rasululloh aku memperbanyak sholawat untukmu, berapa banyak aku bersholawat untukmu? Beliau menjawab: Sesukamu. Lalu Ubai berkata lagi: aku berkata: seperempat. Beliau berkata: terserah, tapi kalau kamu tambah maka itu lebih baik. Aku berkata: setengah. Beliau menjawab lagi: terserah, tapi kalau kamu tambah maka lebih baik bagimu. Maka aku berkata lagi: kalau begitu dua pertiga. Beliau menjawab: Terserah, kalau kamu tambah maka lebih baik bagimu. Lalu akau berkata: Saya jadikan seluruh (do’aku) adalah sholawat untukmu. Maka Rasululloh menjawab: Kalau begitu (sholawat) itu mencukupkan keinginamu (dunia dan akherat) dan Allah akan mengampuni dosamu. HR Al Tirmidzi , kitab Sifat Al Qiyaamh no. 2457 dan Syeikh Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shohihah (no.954) menyatakan: Sanadnya hasan karena perbedaan ulama yang terkenal tentang Ibnu Uqail.

Ibnu Al Qayyim rahimahullah menyatakan: Syeikh kami Abul Abas Ibnu Taimiyah rahimahullah ditanya tentang tafsir hadits ini, beliau menjawab: Ubai waktu itu memiliki doa yang digunakan untuk dirinya sendiri, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: Apakah ia menjadikan seperempat do’anya untuk bersholawat untuk beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau n berkata lagi: jika kamu tambah maka itu lebih baik bagimu. Ia menjawab: separuhnya. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: jika kamu tambah maka itu lebih baik bagimu. Sampai kemudian menyatakan: aku jadikan doaku semuanya untuk sholawat untukmu. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: kalau begitu itu mencukupkan kamu dari semua keinginanmu dan Allah mengampuni dosamu. Hal ini karena orang yang bersholawat satu kali untuk Nabi n akan mendapatkan sholawat dari Allah sepuluh kali dan siapa yang mendapat sholawat Allah maka tentunya akan dapat mencukupi semua keinginannya dan diampuni dosanya, inilah pengertia ucapan beliau. (Lihat: Jala’ Al AFhaam fi Fadhli Al Sholat Wa Al Salam ‘Ala Khoiril Anam, Ibnul Qayyim, tahqiq Zaid bin Ahmad Al Nasyiri, cetakan pertama tahun 1425H Dar ‘Alam Al Fawaaid, hal 76.)

4. Menyebut keutamaan dan kekhususan serta sifat, akhlak dam prilaku utama yang Allah berikan kepada beliau, juga mu’jizat serta bukti kenabian untuk mengenal kedudukan dan martabat beliau n serta untuk mencontoh sifat dan akhlak beliau. Demikian juga untuk mengenalkan orang lain dan mengingatkan mereka tentang hal itu agar mereka semakin iman dan bertambah kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ibnul Qayyim rahimahullah ketika menyebutkan faedah yang didapat dari Sholawat untuk Nabi n menyatakan: Seorang ketika memperbanyak menyebut kekasihnya, mengingatnya dihati dan mengingat kebaikan-kebaikan dan factor-faktor yang menumbuhkan perasaan cinta kepadanya maka semakin berlipat ganda kecintaannya kepada kekasihnya tersebut dan bertambah rindu kepadanya serta menguasai seluruh hatinya. Apabila ia tidak sama sekali menyebutnya dan tidak mengingatnya dan mengingat kebaikan-kebaikan sang kekasih dihatinya maka akan berkurang rasa cinta dihatinya. Memang tidak ada yang dapat menyenangkannya lebih dari melihat kekasihnya tersebut dan tidak juga ada yang menyejukkan hatinya lebih dari menyebut dan mengingat sang kekasih dan kebaikan-kebaikannya. Apabila kuat hal ini dihatinya maka lisannya langsung akan memuji dan menyebut kebaikan-kebaikannya. Bertambah dan berkurangnya hal ini sesuai dengan bertambah dan berkurangnya rasa cinta dihatinya dan indera kita menjadi saksi kebenaran hal itu.

5. Bersikap sopan santun dan beradab dengan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam baik dalam menyebut nama atau memanggilnya, sebab Allah berfirman:

لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا ۚ قَدْ يَعْلَمُ اللهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا ۚ فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain).Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS. AnNuur: 63)

Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan: Adab tertinggi terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah menerima penuh, tunduk patuh kepada perintahnya dan menerima beritanya dengan penuh penerimaan dan pembenaran tanpa ada penentangan dengan khayalan batil yang dinamakan ma’qul (masuk akal), syubhat, keraguan atau mendahulukan pendapat para intelektual dan kotoran pemikiran mereka, sehingga hany berhukum dan menerima, tunduk dan taat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.

6. Berharap melihat beliau dan rindu berjumpa dengannya walaupun harus membayarnya dengan harta dan keluarga. Tanda kecintaan ini dijelaskan langsung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabda beliau:

مِنْ أَشَدِّ أُمَّتِي لِي حُبًّا نَاسٌ يَكُونُونَ بَعْدِي يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ رَآنِي بِأَهْلِهِ وَمَالِهِ

Diantara umatku yang paling mencintaiku adalah orang-orang yang hidup setelahku, salah seorang dari mereka sangat ingin melihatku walaupun menebus dengan keluarga dan harta. HR Muslim, kitab Al Jannah wa Shifat Na’imiha Wqa Ahliha, Bab Fiman Yawaddu Ru’yat Al Nabi Biahlihi wa malihi. No. 5060

Demikian juga dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ فِي يَدِهِ لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أَحَدِكُمْ يَوْمٌ وَلَا يَرَانِي ثُمَّ لَأَنْ يَرَانِي أَحَبُّ إِلَيْهِ مَنْ أَهْلِهِ وَمَالِهِ

Demi Dzat yang jiwa Muhammad ditanganNya (Allah), pasti akan datang pada salah seorang dari kalian satu waktu dan ia tidak melihatku, kemudian melihat aku lebih ia cintai dari keluarga dan hartanya. HR Muslim, kitab Al Fadhoil, bab Fadhlu Al Nadzor Ila Nabi n wa Tamanihi no. 4359.

7. Nasehat untuk Allah, kitabNya, RasulNya dan pemimpin kaum muslimin serta umumnya kaum muslimin.

8. Belajar Al Qur’an, sinambung membacanya dan memahami maknanya. Demikian juga belajar sunnahnya, mengajarkannya dan mencintai ahlinya (ahlu sunnah). Imam Al Qadhi Iyaad rahimahullah menyatakan: Diantara tanda-tanda mencintai rasululloh adalah mencintai Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dan beliau mengambil petunjuk dan menunjuki (manusia) dengannya serta berakhlak dengannya sehingga A’isyah menyatakan:

إِنَّ خُلُقُ نِبِيِّ الله كَانَ القُرْآن

Sesungguhnya Akhlak beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Al Qur’an. HR Muslim, kitab Sholat Al Musafirin, Bab Jaami’ sholat Al Lail no.1233

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Janganlah seseorang menanyakan untuk dirinya kecuali Al Qur’an, apabila ia mencintai Al Qur’an maka ia mencintai Allah dan RasulNya”. (lihat: Huquq Al Nabi 1/343)

9. Mencintai orang yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam cintai, diantaranya:

a. Ahli baitnya (kerabat)

Imam Al Baihaqi rahimahullah berkata: “Dan masuk dalam lingkupan kecintaan kepada beliau n adalah mencintai ahli bait”.(lihat: Syu’abil Iman, Al Baihaqi 1/282) Sedangkan Ibn Taimiyah rahimahullah menyatakan: “Diantara ushul ahlus Sunnah wal Jama’ah , mereka mencintai ahli bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan memberikan loyalitas pada mereka serta menjaga wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang mereka.” (lihat: Majmu’ fatawa 3/407)
Kemudian beliau rahimahullah menyatakan: Ahlul bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki hak-hak yang wajib dipelihara, karena Allah menjadikan untuk mereka hak dalam Al Khumus, Al fei’ dan memerintahkan bersholawat untuk mereka bersama sholawat untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam . lalu mendefinisikan ahli bait dengan menyatakan: Ahli bait Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang diharamkan mengambil shodaqah, demikian pendapat imam Al Syaafi’I dan Ahmad bin Hambal serta yang lainnya dari para ulama.

b. Para istri beliau shallallahu ‘alaihi wasallam

Ahlus Sunnah Wal Jama’ah menjaga keutamaan dan hak-hak mereka dan meyakini mereka tidak sama seperti para wanita lainnya, sebab Allah telah membedakannya dalam firmanNya:

يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا

Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, (QS. Al Ahzab: 32)

Dan menjadikannya sebagai ibu kaum mukminin dalam firmanNya:

وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ ۗ

Dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. (QS. Al Ahzaab: 6)

Demikian juga menjadikan pengharaman menikahi mereka setelah wafat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sampai hari kiamat dalam firmanNya:

وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللهِ عَظِيمًا

Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah. (QS. Al Ahzaab: 53)

Sehingga wajib bagi kita menjaga hak-hak mereka setelah mereka wafat, bersholawat untuk mereka bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memohonkan ampunan bagi mereka serta menjelaskan pujian dan keutamaan mereka.

c. Para sahabat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam .

Imam Al Baihaqi rahimahullah menyatakan: Masuk dalam kecintaan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah cinta kepada para sahabat beliau, karena Allah telah memuji mereka dalam firmanNya:

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al-Fath:29) dan firman Allah:

لَقَدْ رَضِيَ اللهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (QS. Al-Fath:18).

Kemudian beliau rahimahullah menyatakan: “Apabila mereka (para sahabat) telah mendapatkan kedudukan ini, maka mereka memiliki hak dari jamaah muslimin untuk mencintai mereka dan mendekatkan diri kepada Allah dengan kecintaan kepada mereka, karena Allah apabila meridhoi seorang maka Dia mencintainya dan wajib atas seorang hamba untuk mencintai orang yang Allah cintai.” (Lihat: Syu’abil Iman Al Baihaqi 1/287)
Umat islam wajib mencintai sahabat, meridhoi mereka dan mendo’akan kebaikan untuk mereka, sebagaimana Allah perintahkan dalam firmanNya:

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa:”Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyanyang”. (QS. Al-Hashr:10)

Imam Al Baihaqi rahimahullah menyatakan: “Apabila telah jelas bahwa mencintai sahabat termasuk iman, maka mencintai mereka bermakna meyakini dan mengakui keutamaan-kutamaan mereka, mengetahui setiap mereka memiliki hak yang harus ditunaikan dan setiap yang perhatian kepada islam diperhatikan serta yang memiliki kedudukan khusus pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditempatkan pada kedudukannya dan menyebarkan kebaikan-kebaikan mereka serta mendoakan kebaikan untuk mereka dan mencontoh semua yang ada dalam permasalahan agama dari mereka. Tidak boleh mencari-cari kesalahan dan ketergelinciran mereka.” (lihat: Syu’abul Iman hal 297)
Sedangkan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitab Al Aqidah Al Wasithiyah menyatakan: “Diantara ushul (pokok ajaran) Ahlu Sunnah Wal Jamaah adalah selamat hati dan lisan mereka dari mencela para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana disifatkan Allah dalam firmanNya:

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa:”Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyanyang. (QS. Al-Hashr:10) dan mentaati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam :

لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَ الَّذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

Janganlah kalian mencela para sahabatku, demi Allah seandainya salah seorang kalian berinfaq emas sebesar gunung uhud, tidak akan menyamai satu mud mereka dan tidak pula separuhnya.

Mereka (ahlu sunnah) menerima keutamaan-keutamaan dan martabat-martabat mereka yang telah dijelaskan dalam Al Qur’an dan As Sunnah serta ijma. Mereka juga mendahulukan orang yang berinfaq dan berperang sebelum Al fathu –perjanjian Hudaibiyah- atas orang yang berinfaq dan berperang setelah itu dan mendahulukan para muhajirin atas anshor serta beriman bahwa Allah telah berfirman kepada orang yang ikut serta perang Badar dan jumlah mereka tigaratus sekian belas orang: (Berbuatlah sesuka hati kalian, karena kalian sungguh telah diampuni). (Juga beriman) bahwa tidak ada seorangpun yang berbaiat dibawah pohon (bai’at ridwan) yang masuk neraka, bahkan Allah telah meridhoi mereka dan mereka ridhi kepada Allah dan jumlah mereka lebih dari seribu empat ratus orang. Mereka (ahlu sunnah) bersaksi bahwa orang yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam persaksikan sebagai ahli syurga seperti sepuluh orang yang dijanjikan masuk syurga (Al ‘Asyarah), Tsabit bin Qais bin Syammas dan sahabat-sahabat lainnya dan beriman dengan pernyataan Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib dan yang lainnya yang telah dinukil secara mutawatir bahwa sebaik-baik umat ini setelah nabinya adalah Abu Bakar kemudian Umar dan menetapkan yang ketiga adalah Utsman dan yang keempat adalah Ali sebagaimana disebutkan dalam atsar dan para sahabat bersepakat mendahulukan Utsman dalam Bai’at dengan adanya sebagian ahlu sunnah pernah berselisih tentang Utsman dan Ali setelah kesepakatan mereka mendahulukan Abu bakar dan Umar, siapakah dari keduanya yang lebih utama? Sebagian orang mencahulukan Utsman dan diam atau menetapkan keempat adalah Ali dan sebagian lainnya mendahulukan Ali serta sebagian yang lainnya diam tidak bersikap. Namun perkara kaum muslimin telah tetap mendahulukan Utsman kemudian Ali, walaupun maslah ini –yaitu masalah Utsman dan Ali- bukan termasuk pokok dasar (ushul) yang digunakan untuk menghukumi sesat orang yang menyelisihinya menurut mayoritas Ahlu Sunnah. Akan tetapi yang digunakan untuk memvonis sesat adalah masalah kekhilafahannya. Hal itu karena kholifah setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Abu bakar kemudian Umar kemudian Utsman kemudian Ali. Siapa yang mencela kekhilafahan salah seorang dari mereka ini maka ia lebih sesat dari keledai. (Lihat: Majmu’ Fatawa 3/152-153 atau Syarah Al Aqidah Al Wasithiyah Min Kalami Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, Kholid bin Abdullah Al Mushlih, cetakan pertama tahun 1421 H, Dar Ibnul Jauzi hal. 177-184).

9. Membenci orang yang Allah dan RasulNya benci, memusuhi orang yang memusuhi Allah dan rasulNya, menjauhi orang yang menyelelisihi sunnahnya dan berbuat kebid’ahan dalam agama dan merasa berat atas semua perkara yang menyelisihi syari’at. Allah berfirman:

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka denga pertolongan yang datang daripada-Nya.Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya.Mereka itulah golongan Allah.Ketahuilah, bhwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. (QS. Al-Mujaadilah: 22)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Seorang mukmin wajib memusuhi karena Allah dan berloyalitas karena Allah. Apabila disana ada Mukmin maka wajib memberikan loyalotas kepadanya –walaupun ia berbuat dzolim- karena kedzoliman tidak memutus loyalitas iman, Allah berfirman:

وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ اللهِ ۚ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ [٤٩:٩] إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ [٤٩:١٠]إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berperang maka damaikanlah antara keduanya.Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali, kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Hujuraat: 9-10)

Allah sebutkan persaudaraan walaupun terjadi peperangan dan perbuatan aniaya dan memerintahkan perdamaian diantara mereka. Sehingga diwajibkan memberikan loyalitas kepada mukmin walaupun ia mendzolimimu dan berbuat aniaya padamu sedangkan orang kafir wajib dimusuhi walaupun memberimu dan berbuat baik padamu. Hal ini karena Allah telah mengutus para Rasul dan menurunkan kitab suci agar agama ini semua untukNya, sehingga cinta, pemuliaan dan pahala untuk para waliNya sedangkan kebencian, kehinaan dan siksaan untuk para musuhNya. Apabila berkumpul pada seseorang kebaikan, keburukan dan kefajiran, ketaatan dan kemaksiatan, sunnah dan bid’ah, maka berhak mendapatkan loyalitas dan pahala sesuai dengan kebaikan yang dimilikinya dan berhak mendapatkan permusuhan dan siksaan sesuai dengan keburukan yang dimilikinya. Sebab berkumpul pada satu orang tersebut factor yang menghasilkan pemuliaan dan penghinaan, lalu berkumpul ini dan itu, seperti maling (pencuri) yang fakir dipotong tangannya karena mencuri dan diberi dari baitulmal sesuatu yang mencukupi kebutuhannya. Ini adalah dasar pokok (asal) yang disepakati Ahlu Sunnah wal jama’ah. (Lihat: Majmu’ Fatawa 27/208-209).
Demikianlah sebagian tanda dan bukti penting kecintaan kita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam semoga Allah memudahkan kita untuk mendapatkan dan merealisasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Wabillahi taufiq.

(Sebagian besar materi makalah ini diambil dari kitab Huquq Al Nabi ‘Ala Umatihi Fi Dhu’il Kitab Was Sunnah, DR Muhammad Kholifah Al Tamimi, cetakan pertama tahun 1418 H, Penerbit Adwaa’ Al Salaf)

lanjutkan......

Maulid Dan Manajemen Bisnis Rosulullah

Kelahiran Nabi Muhammad merupakan peristiwa yang tiada bandingnya ‎dalam sejarah umat manusia, karena kehadirannya telah membuka zaman baru dalam ‎pembangunan peradaban dunia bahkan alam semesta (rahmatul-lil’alamin 21:107) ‎Beliau adalah utusan Allah SWT yang terakhir sebagai pembawa kebaikan dan ‎kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Michael Hart dalam bukunya, ‎menempatkan beliau sebagai orang nomor satu dalam daftar seratus orang yang ‎memiliki pengaruh yang sangat besar dalam sejarah. Kata Hart, “Muhammad Saw ‎terpilih untuk menempati posisi pertama dalam urutan seratus tokoh dunia yang paling ‎berpengaruh, karena beliau merupakan satu-satunya manusia yang memiliki ‎kesuksesan yang paling hebat di dalam kedua bidang-bidang sekaligus : agama dan ‎bidang duniawi”.‎

Kesuksesan Nabi Muhammad Saw telah banyak dibahas para ahli sejarah, baik ‎sejarawan Islam maupun sejarawan Barat. Salah satu sisi kesuksesan Nabi ‎Muhammad adalah kiprahnya sebagai seorang padagang (wirausahawan). Namun, sisi ‎kehidupan Nabi Muhammad sebagai pedagang dan pengusaha kurang mendapat ‎perhatian dari kalangan ulama pada momentum peringatan maulid Nabi. Karena itu, ‎dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw ini, kita ‎perlu merekonstruksi sisi tijarah Nabi Muhammad Saw, khususnya manajemen bisnis ‎yang beliau terapkan sehingga mencapai sukses spektakuler di zamannya.‎

Aktivitas Bisnis Muhammad

Reputasi Nabi Muhammad dalam dunia bisnis dilaporkan antara lain oleh ‎Muhaddits Abdul Razzaq. Ketika mencapai usia dewasa beliau memilih perkerjaan ‎sebagai pedagang/wirausaha. Pada saat belum memiliki modal, beliau menjadi ‎manajer perdagangan para investor (shohibul mal) berdasarkan bagi hasil. Seorang ‎investor besar Makkah, Khadijah, mengangkatnya sebagai manajer ke pusat ‎perdagangan Habshah di Yaman. Kecakapannya sebagai wirausaha telah ‎mendatangkan keuntungan besar baginya dan investornya.Tidak satu pun jenis bisnis ‎yang ia tangani mendapat kerugian. Ia juga empat kali memimpin ekspedisi ‎perdagangan untuk Khadijah ke Syiria, Jorash, dan Bahrain di sebelah timur ‎Semenanjung Arab.‎



Dalam literatur sejarah disebutkan bahwa di sekitar masa mudanya, Nabi ‎Saw banyak dilukiskan sebagai Al-Amin atau Ash-Shiddiq dan bahkan pernah ‎mengikuti pamannya berdagang ke Syiria pada usia anak-anak, 12 tahun. ‎

Lebih dari dua puluh tahun Nabi Muhammad Saw berkiprah di bidang ‎wirausaha (perdagangan), sehingga beliau dikenal di Yaman, Syiria, Basrah, Iraq, ‎Yordania, dan kota-kota perdagangan di Jazirah Arab. Namun demikian, uraian ‎mendalam tentang pengalaman dan keterampilan dagangnya kurang memperoleh ‎pengamatan selama ini.‎

Sejak sebelum menjadi mudharib (fund manager) dari harta Khadijah, ia ‎kerap melakukan lawatan bisnis, seperti ke kota Busrah di Syiria dan Yaman. Dalam ‎Sirah Halabiyah dikisahkan, ia sempat melakukan empat lawatan dagang untuk ‎Khadijah, dua ke Habsyah dan dua lagi ke Jorasy, serta ke Yaman bersama Maisarah. ‎Ia juga melakukan beberapa perlawatan ke Bahrain dan Abisinia. Perjalanan dagang ‎ke Syiria adalah perjalanan atas nama Khadijah yang kelima, di samping ‎perjalanannya sendiri- yang keenam-termasuk perjalanan yang dilakukan bersama ‎pamannya ketika Nabi berusia 12 tahun.‎

Di pertengahan usia 30-an, ia banyak terlibat dalam bidang perdagangan ‎seperti kebanyakan pedagang-pedagang lainnya. Tiga dari perjalanan dagang Nabi ‎setelah menikah, telah dicatat dalam sejarah: pertama, perjalanan dagang ke Yaman, ‎kedua, ke Najd, dan ketiga ke Najran. Diceritakan juga bahwa di samping perjalanan-‎perjalanan tersebut, Nabi terlibat dalam urusan dagang yang besar, selama musim-‎musim haji, di festival dagang Ukaz dan Dzul Majaz. Sedangkan musim lain, Nabi ‎sibuk mengurus perdagangan grosir pasar-pasar kota Makkah. Dalam menjalankan ‎bisnisnya Nabi Muhammad jelas menerapkan prinsip-prinsip manajemen yang jitu ‎dan handal sehingga bisnisnya tetap untung dan tidak pernah merugi.‎

Implementasi Manajemen Bisnis

Jauh sebelum Frederick W. Taylor (1856-1915) dan Henry Fayol mengangkat ‎prinsip manajemen sebagai suatu disiplin ilmu, Nabi Muhammad Saw. sudah ‎mengimplementasikan nilai-nilai manajemen dalam kehidupan dan praktek bisnisnya. ‎Ia telah dengan sangat baik mengelola proses, transaksi, dan hubungan bisnis dengan ‎seluruh elemen bisnis serta pihak yang terlihat di dalamnya. Bagaimana gambaran ‎beliau mengelola bisnisnya, Prof. Afzalul Rahman dalam buku Muhammad A Trader, ‎mengungkapkan: ‎

‎“Muhammad did his dealing honestly and fairly and never gave his customers ‎to complain. He always kept his promise and delivered on time the goods of quality ‎mutually agreed between the parties. He always showed a gread sense of ‎responsibility and integrity in dealing with other people”. Bahkan dia mengatakan: ‎‎“His reputation as an honest and truthful trader was well established while he was ‎still in his early youth”.‎

Berdasarkan tulisan Afzalurrahman di atas, dapat diketahui bahwa Nabi ‎Muhammad adalah seorang pedagang yang jujur dan adil dalam membuat perjanjian ‎bisnis. Ia tidak pernah membuat para pelanggannya komplen. Dia sering menjaga ‎janjinya dan menyerahkan barang-barang yang di pesan dengan tepat waktu. Dia ‎senantiasa menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar dan integritas yang tinggi ‎dengan siapapun. Reputasinya sebagai seorang pedagang yang jujur dan benar telah ‎dikenal luas sejak beliau berusia muda.‎

Dasar-dasar etika dan menejemen bisnis tersebut, telah mendapat legitimasi ‎keagamaan setelah beliau diangkat menjadi Nabi. Prinsip-prinsip etika bisnis yang ‎diwariskan semakin mendapat pembenaran akademis di penghujung abad ke-20 atau ‎awal abad ke-21. Prinsip bisnis modern, seperti tujuan pelanggan dan kepuasan ‎konsumen (costumer satisfaction), pelayanan yang unggul (service exellence), ‎kompetensi, efisiensi, transparansi, persaingan yang sehat dan kompetitif, semuanya ‎telah menjadi gambaran pribadi, dan etika bisnis Muhammad Saw ketika ia masih ‎muda.‎

Pada zamannya, ia menjadi pelopor perdagangan berdasarkan prinsip ‎kejujuran, transaksi bisnis yang fair, dan sehat. Ia tak segan-segan ‎mensosialisasikannya dalam bentuk edukasi langsung dan statemen yang tegas kepada ‎para pedagang. Pada saat beliau menjadi kepala negara, law enforcement benar-benar ‎ditegakkan kepada para pelaku bisnis nakal. Beliau pula yang memperkenalkan asas ‎‎“Facta Sur Servanda” yang kita kenal sebagai asas utama dalam hukum perdata dan ‎perjanjian. Di tangan para pihaklah terdapat kekuasaan tertinggi untuk melakukan ‎transaksi, yang dibangun atas dasar saling setuju “Sesungguhnya transaksi jual-beli ‎itu (wajib) didasarkan atas saling setuju (ridla)….” Terhadap tindakan penimbunan ‎barang, beliau dengan tegas menyatakan: “Tidaklah orang yang menimbun barang ‎‎(ihtikar) itu, kecuali pasti pembuat kesalahan (dosa)!!!”‎

Sebagai debitor, Nabi Muhammad tidak pernah menunjukkan wanprestasi ‎‎(default) kepada krediturnya. Ia kerap membayar sebelum jatuh tempo seperti yang ‎ditunjukkannya atas pinjaman 40 dirham dari Abdullah Ibn Abi Rabi’. Bahkan kerap ‎pengembalian yang diberikan lebih besar nilainya dari pokok pinjaman, sebagai ‎penghargaan kepada kreditur. Suatu saat ia pernah meminjam seekor unta yang masih ‎muda, kemudian menyuruh Abu Rafi’ mengembalikannnya dengan seekor unta bagus ‎yang umurnya tujuh tahun. “Berikan padanya unta tersebut, sebab orang yang paling ‎utama adalah orang yang menebus utangnya dengan cara yang paling baik” ‎‎(HR.Muslim).‎

Sebagaimana disebut diawal, bahwa penduduk Makkah sendiri memanggilnya ‎dengan sebutan Al-Shiddiq (jujur) dan Al-Amin (terpercaya). Sebutan Al-Amin ini ‎diberikan kepada beliau dalam kapasitasnya sebagai pedagang. Tidak heran jika ‎Khadijah pun menganggapnya sebagai mitra yang dapat dipercaya dan ‎menguntungkan, sehingga ia mengutusnya dalam beberapa perjalanan dagang ke ‎berbagai pasar di Utara dan Selatan dengan modalnya. Ini dilakukan kadang-kadang ‎dengan kontrak biaya (upah), modal perdagangan, dan kontrak bagi hasil.‎

Dalam dunia manajemen, kata benar digunakan oleh Peter Drucker untuk ‎merumuskan makna efisiensi dan efektivitas. Efisiensi berarti melakukan sesuatu ‎secara benar (do thing right), sedangkan efektivitas adalah melakukan sesuatu yang ‎benar (do the right thing).‎

Efisiensi ditekankan pada penghematan dalam penggunaan input untuk ‎menghasilkan suatu output tertentu. Upaya ini diwujudkan melalui penerapan konsep ‎dan teori manajemen yang tepat. Sedangkan efektivitas ditekankan pada tingkat ‎pencapaian atas tujuan yang diwujudkan melalui penerapan leadership dan pemilihan ‎strategi yang tepat. ‎

Prinsip efisiensi dan efektivitas ini digunakan untuk mengukur tingkat ‎keberhasilan suatu bisnis. Prinsip ini mendorong para akademisi dan praktisi untuk ‎mencari berbagai cara, teknik dan metoda yang dapat mewujudkan tingkat efisiensi ‎dan efektivitas yang setinggi-tingginya. Semakin efisien dan efektif suatu perusahaan, ‎maka semakin kompetitif perusahaan tersebut. Dengan kata lain, agar sukses dalam ‎menjalankan binis maka sifat shiddiq dapat dijadikan sebagai modal dasar untk ‎menerapkan prinsip efisiensi dan efektivitas. ‎

Demikian sekelumit sisi kehidupan Nabi Muhammad dalam dunia bisnis yang sarat ‎dengan nilia-nilai manajemen, Semoga para pebisnis modern, dapat meneladaninya ‎sehingga mereka bisa sukses dengan pancaran akhlak terpuji dalam bisnis .


(Penulis:agustianto ‎adalah Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Dosen Pascasarjana ‎Ekonomi dan Keuangan Syariah UI dan Pascasarjana Islamic Economics and ‎Finance Universitas Trisakti dan Pascasarjana Bisnis dan Keuangan Islam ‎Universitas PARAMADINA dan Universitas Islam Negeri Jakarta). ‎

lanjutkan......

FEnomEna KopIaH

Zaman sekarang sebuah kemasan, merek, bahasa pesantrennya bentuk dhahir, dianggap jauh lebih penting ketimbang sebuah isi. Perkembangan zaman telah berhasil menanamkan kemasan menjadi sesutau yang penting, mengabaikan kwalitas.
Dalam Ta'lim al-Muta'alim, buah pena Syeikh Zarnuji yang menurut sebagian kalangan sudah tidak relevan, ada penekakan untuk selalu memakai tutup kepala dalam setiap aktifitas. Kemudian oleh pesantren hal itu tidak diterjemahkan dalam bentuk serban atau tutup kepala lainnya, tetapi diwujudkan dalam bentuk kopiah.


Dalam pandangan mereka, memakai kopiah merupakan bentuk kewiraian atau kezuhudan seseorang, paling tidak sebagai bentuk kelaziman. Oleh karenanya, seorang santri tidak diperbolehkan melepas peci dalam kesehariannya. Santri yang berani menanggalkan kopiah diidentikkan dengan santri badung yang sering melangar tatakrama dan aturan.

Tradisi ini menjalar ke masyarakat, dengan berkopiah seseorang dianggap memiliki nilai plus, kurang utama bila menanggalkan kopiah saat menunaikan shalat, dan lain sebagainya, termasuk ketika sekarang banyak orang mencari simpati untuk meraih suara. Namun ironis, akibat penekanannya atas bentuk lahir, pemahaman akan tradisi pesantrenpun menjadi keliru. Banyak masyarakat memakan mentah-mentah tradisi ini, contoh kecil ketika mereka salah kaprah memakai kopiah dalam shalat, terbukti masih banyak yang malah menutup bagian yang mestinya terbuka waktu melakukan sujud, tidak sedikit yang keliru memakai kopiah.

Tutup kepala yang terbuat dari beludru warna gelap dengan ketinggian antara 6-12 cm ini, ada yang mengatakan, bila dipandang dari segi bentuk merupakan modifikasi antara torbus Turki dengan peci India. Ada pula yang menyatakan bahwa kopiah memang asli kreasi nusantara. Penutup kepala, entah apakah bentuknya sama seperti kopiah-kopiah Indonesia sekarang, memang telah ada sejak dulu kala.

Yang jelas, menurut sejarah pada awal pergerakan Nasional 1908-an, kebanyakan para aktivis masih memakai daster dan tutup kepala blangkon, yang lebih dekat ke tradisi priyayi dan aristokrat. Seiring meluasnya gerakan sama rata sama rasa dan penolakan terhadap feodalisme -paham dan pola sikap yang mengagung-agungkan pangkat dan jabatan tanpa mengagungkan prestasi kerjanya- termasuk dalam berpakaian dan berbahasa, tokoh idola panutan kaum pergerakan waktu itu, Tjokroaminoto yang sering berkopiah, dengan sendirinya kopiah menjalar di kalangan aktifis, termasuk muridnya, Soekarno.

Sejak saat itu kopiah yang semula merupakan tradisi pesantren dijadikan sebagai songkok nasional, identitas ke Indonesiaan, yang dipelopori kaum pergerakan. Ada yang bilang, berkat pesona seorang Soekarno, para aktivis dan priyayi waktu itu mulai menggunakan kopiah. Di samping menjadi simbol Islamisme, kopiah waktu itu juga sebagai simbol patriotisme dan nasionalisme, yang mampu membedakan mana priyayi pro rakyat dan priyayi kolaborator Belanda.

Pada Muktamar NU ke 10 di Banjarmasin, saat Nahdlatul Ulama (NU) mulai sangat aktif melibatkan diri untuk merespon perkembangan dunia luar, baik nasional maupun internasional. NU mengakui Nasioalisme Hindia Belanda dan mulai memperbolehkan warganya memakai pantaloon (celana panjang), namun identitas kesantrian harus tetap terlihat. Salah satu bentuknya adalah memakai kopiah, sehingga masih bisa dibedakan dengan kolonial Belanda.

Namun kini, kopiah bukan hanya identifikasi bagi seorang muslim, pembeda dengan penjajah, patriotisme, ataupun simbol nasionalisme. Lihat saja upacara–upacara pelantikan pejabat Negara, meskipun dia bukan seorang muslim, tidak sedikit yang memakai penutup berbahan beludru ini. Sering pula kita saksikan, bahkan kebanyakan, para perusak Negara memakai kopiah ketika tersudut di depan meja hijau. Berubah fungsikah?

Permasalahan kopiah seperti di atas mestinya ‘menghina’ kecerdasan kita sebagai muslim, khususnya kalangan pesantren. Bagaimana mungkin cuma dengan modal kopiah, orang sudah dipercaya ‘pindah agama’. Segampang itukah? Bagaimana bisa ketaatan beragama hanya muncul sebagai penutup kepala, sebuah keputusan yang perlu dipertanyakan.

Tapi, mari kita hargai keputusan ini, sebab kita memang masyarakat yang gampang ditipu. Apalagi bila tipuan itu memuat unsur-unsur yang kita suka, simbol dan atribut, kopiah misalnya.

Begitu besar minat kita pada atribut, keindahan kemasan, hingga mendorong orang dengan mudahnya merubah kepribadian. Jika ia telah berdandan sedemikian rupa, merasa telah menjadi orang bertakwa. Untuk menjadi seorang nasionalis, kita cukup hanya dengan mengganti nama saja dan kalau mau jadi seniman, orang cukup bermodal memanjangkan rambut dan mengacak-acak dandanan.

Begitulah, zaman telah begini maju, tapi kita masih dengan mudahnya tertipu dengan ‘merek’. Bila kita tidak segera berbenah, jangan heran bila ke depan makin banyak kita temui para penipu.

Untuk mewaspadai hal itu, mulai sekarang kita harus menekan ambisi yang kelewatan atas sebuah simbol dan atribut. Perlu juga ada semacan ‘penelaahan kembali’ oleh setiap muslim. Bagi kalangan pesantren, tentu penelaahan tentang perkopiahan juga perlu ada penekanan, karena ketika imej sebuah kopiah telah tercoreng, secara tidak langsung pesantrenpun terkena imbasnya. Dengan itu, semoga saja penipu-penipu handal sekarang adalah generasi terakhir mereka. AMIN....

lanjutkan......

KenAngAN

Sebuah dunia...,dimana Susah Senang selalu dijalani bersama... itulah...!!!sebuah dunia PESANTREN....sebuah BLOG..terkhusus untuk para santri jawa timur...yang perna belajar di abuyah DIMYATI ROIS...Masa sekarang lain dengan dulu,dulu kita berkumpul dalam satu wadah...yaitu pesantren, namun sekarang mungkin kita terpisah-pisah oleh ruang dan waktu..tapi aku yakin jiwa kita tetap satu...untuk itu, mari kita bangun kembali masa-masa indah waktu dulu lewat dunia maya...

lanjutkan......